Apa yang
dibaca ketika hendak Berbuka Puasa?
1.
Perbanyaklah doa.
Perlu
diketahui bahwa ketika hendak berbuka puasa adalah salah satu waktu terkabulnya
do'a.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ
صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ لَا تُرَدّ، دَعْوَةُ
الْوَالِدِ، وَدَعْوَةُ الصّـَائِمِ، وَدَعْوَةُ
الْمُسَافِرِ
"
Dari Anas bin Malik radhiallahu'anhu dia berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda, 'Ada tiga orang yang do'anya tidak ditolak : (1) Doa orang tua
kepada anaknya, (2) Orang yang berpuasa ketika berbuka, (3) Do'a orang yang
sedang safar (musafir)." Hadits Shohih ((HR. al-Baihaqi 3/345 dan
yang lainnya). Dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam kitab Silsilah
Ahaadits as-Shohihah no. 1797)
2. Bacalah Bismillah ketika hendak
membatalkan puasa dengan makan dan minum
sebagaimana
sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ
تَعَالَى فَإِنْ نَسِىَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ
تَعَالَى فِى أَوّلِهِ
فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوّلَهُ وَآخِرَهُ
"Apabila
salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah
Ta'ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta'ala di awal, hendaklah ia
mengucapkan: "Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah
pada awal dan akhirnya)". Hadits Shohih (HR. Abu
Daud no. 3767, Ahmad 6/207-208 dan At Tirmidzi no. 1858 dari Aisyah
radhiallahu’anha. At Tirmidzi mengatakan hadits tersebut hasan shahih. Syaikh
Al Albani menilai bahwa hadits tersebut shahih di kitab Irwaul Ghalil Fi
Takhrij Ahaadits Manaris Sabiil no. 1965)
Apa yang
dibaca ketika setelah Berbuka Puasa?
Hendaknya
kita membaca doa ketika setelah membatalkan puasa dengan doa sebagai berikut:
Doa
Setelah Membatalkan Puasa/Doa Berbuka Puasa
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ،
إِذَا أَفْطَرَ قَالَ:
"Rasulullah
Shallallahu'alaihi wassalam apabila telah berbuka puasa, beliau berdoa :
«ذَهَبَ الظّـَمَأُ وَابْتَلّـَتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ
الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ»
“Dzahabazh
zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah.”
Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan, semoga ada pahala yang ditetapkan, jika Allah menghendaki." Hadits Hasan, HR. Abu Daud no. 2357, An-Nasa-i dalam As Sunan Al-Kubro no. 3315 dan selainnya. Lihat Irwaul Ghalil no. 920.
Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan, semoga ada pahala yang ditetapkan, jika Allah menghendaki." Hadits Hasan, HR. Abu Daud no. 2357, An-Nasa-i dalam As Sunan Al-Kubro no. 3315 dan selainnya. Lihat Irwaul Ghalil no. 920.
Kapan doa
berbuka puasa dibaca, apakah sebelum atau setelah makan dan minum?
Secara
dhohir doa berbuka puasa "Dzahabadhoma-u....dst" dibaca setelah membatalkan
puasa dengan makan dan minum. hal ini berdasar dalil :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ،
إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: «ذَهَبَ الظّـَمَأُ
وَابْتَلّـَتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ
الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ»
Rasulullah
Shallallahu'alaihi wassalam apabila telah berbuka puasa, beliau berdoa : "Dzahabazh
zhoma'u wabtallatil 'uruqu wa tsabatal ajru insya Allah." Telah
hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan, semoga ada pahala yang
ditetapkan, jika Allah menghendaki" Hadits Hasan, Lihat takhrij hadits
sebelumnya.
Kenapa
diucapkan setelah membatalkan puasa?
Dalil
Pertama:
Periwayat
hadits adalah Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma. Pada awal hadits terdapat
redaksi, "Abdullah bin Umar berkata, 'Jika Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam telah berbuka puasa, beliau mengucapkan ….(lihat hadits
sebelumnya)'"
Yang
dimaksud dengan إِذَا أَفْطَرَ adalah "apabila setelah makan atau minum". Dari
sisi lughoh (bahasa), kata أَفْطَرَ menggunakan fi'l madhi yaitu bentuk
kata kerja lampau. Maka diartikan ke dalam bahasa Indonesia sebagai "telah
berbuka". Berdasarkan tinjauan ini, maka diambil kesimpulan do'a dibaca
setelah berbuka puasa yang menandakan bahwa orang yang berpuasa tersebut telah
"membatalkan" puasanya pada waktunya (yaitu ghurubus
syams/terbenamnya matahari). Oleh karena itu doa ini tidak dibaca sebelum makan
atau minum saat berbuka. Sebelum makan tetap membaca basmalah, ucapan
"bismillah"
Dalil
Kedua:
Imam
an-Nasa-i memberikan judul bab di kitabnya As Sunan Al- Kubro dan Amalul
Yaum wal Lailah yaitu. مَا يَقُولُ إِذَا أَفْطَرَ (Apa yang dibaca setelah
berbuka puasa). Perlu
diketahui, secara umum para Imam penyusun Kitab Hadits Sunan/Shohih (Imam
al-Bukhori, Muslim, Abu Dawud, an-Nasa-i, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan yang
lainnya) menghimpun kitabnya berdasarkan kategori dan diklasifikasikan per-bab,
dan setiap bab mencerminkan ketetapan fiqih dari para Imam tersebut. Seperti
Imam al-Bukhori menyebutkan dalam kitabnya Bab "Al-Ilmu Qablal
Qauli wal Amal" – "Bab Ilmu sebelum Perkataan dan
Perbuatan" dijelaskan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul
Bari Syarah Shohih Bukhori "Ibnul Munir menafsirkan (pemberian nama bab
oleh Imam al-Bukhori) makna bab tersebut yaitu bahwa ilmu merupakan syarat
benarnya perkataan dan perbuatan maka tidak ada artinya keduanya kecuali dengan
ilmu." (Lihat Fathul Bari Syarah Shohih al-Bukhori 1/210 cet. Daarus Salam
ar-Riyadh th. 1421 H)
Doa
Berbuka yang Dho'if lagi Masyhur?
Adapun
do'a berbuka yang tersebar di tengah-tengah kaum muslimin yaitu,
«اللَّهُـمّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ»
Allahumma
Laka Sumtu Wa'Ala Rizqika Afthortu (Ya Allah untukmulah aku berpuasa dan atas
rezkimu aku berbuka)
Hadits
secara lengkapnya sebagaimana berikut:
عَنْ مُعَاذِ بْنِ زُهْرَةَ، أَنّهُ بَلَغَهُ " أَنّ
النّبِيّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ كَانَ
إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: «اللَّهُمّ
لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ»
"
Dari Muadz bin Zuhrah, bahwasanya telah sampai kepadanya, sesungguhnya Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam, apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan :Allahumma
Laka Sumtu Wa'Ala Rizqika Afthortu (Ya Allah untukmulah aku berpuasa
dan atas rezkimu aku berbuka) [Riwayat : Abu Dawud No. 2358, Baihaqi 4/239, dan
yang lainnya]
Dan sanad
hadits ini mempunyai dua cacat.
Pertama :
"Hadits
tersebut adalah hadits Mursal, karena Mu'adz bin (Abi) Zur'ah seorang Tabi'in
bukan shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. (hadits Mursal adalah :
seorang tabi'in meriwayatkan langsung dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
tanpa perantara shahabat langsung dinisbatkan kepada Nabi Shallallahu'alaihi
wassalam).
Kedua :
"Selain
itu, Mu'adz bin Abi Zuhrah ini seorang rawi yang Majhul. Tidak ada yang
meriwayatkan dari padanya kecuali Hushain bin Abdurrahman. Sedang Ibnu Abi
Hatim di kitabnya Jarh wat Ta'dil tidak menerangkan tentang celaan dan pujian
baginya".
Hadits
mursal merupakan hadits dho'if karena sanadnya yang terputus. Syaikh Al Albani
pun berpendapat bahwasanya hadits ini dho'if. (Lihat Irwaul Gholil, 4/38)
Hadits semacam ini juga dikeluarkan oleh Ath Thabrani dari Anas bin Malik.
Namun sanadnya terdapat perawi dho'if yaitu Daud bin Az Zibriqoon, di adalah
seorang perawi Matruk (yang haditsnya ditinggalkan) sebagaimana penilain Abu
Az-Zur'ah ar-Razi dalam Mizanul I'tidal 2/7 dan al-Hafizh dalam Taqribut
Tahdzib juga menilai Dawud bin Az-Zibriqoon sebagai Matruk (lihat Taqribut
Tahdzib no. 1795 tahqiq Abu Ashbal Shoghir Ahmad Syaghif al-Bakistani cet.
Daarul Ashimah 1423 H). Berarti dari riwayat ini juga dho'if. Syaikh Al Albani
pun mengatakan riwayat ini dho'if. (Lihat Irwaul Gholil, 4/37-38)
Apa yang
dimakan ketika berbuka?
Rasulullah
Shallallahu'alaihi wassalam menganjurkan kepada umatnya agar berbuka puasa
dengan:
- Ruthob (Kurma Masak berwarna Coklat muda masih basah)
- Tamr (Kurma matang yang sudah kering)
- Air
Hal ini
berdasarkan dalil yang shohih yaitu:
حَدّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ، حَدّثَنَا عَبْدُ
الرّزّاقِ، حَدّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ،
حَدّثَنَا ثَابِتٌ الْبُنَانِيّ،
أَنّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ: «كَانَ رَسُولُ اللّهِ
صَلّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلّمَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلّـِيَ، فَإِنْ لَمْ
تَكُنْ رُطَبَاتٌ، فَعَلَى تَمَرَاتٍ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ
مَاءٍ»
(Imam Abu
Dawud berkata) 'Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Hanbal, (Dia Ahmad bin
Hanbal berkata) 'Telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq, (Dia Abdurrazaq
berkata), 'Telah menceritakan kepada kami Ja'far bin Sulaiman, (Dia Ja'far bin
Sulaiman berkata), 'Telah mengabarkan kepada kami Tsabit al-Bunaniy, bahwa dia
telah mendengar dari Anas bin Malik (radhiallahu'anhum) berkata,
"Rasulullah Shallallahu'alahi wassalam berbuka dengan beberapa ruthob
(Kurma matang namun masih basah) sebelum melakukan sholat, jika tidak ada
Ruthob maka dengan beberapa Tamr (kurma matang kering), jika itu tidak ada maka
beliau meminum air beberapa kali tegukan.
Hadits
Shohih, (HR. Abu Dawud no. 2356, At-Tirmidzi no. 696, Ad-Daruquthni no.
2278, Al-Hakim dalam al-Mustadrak 1/597 no. 1576, Al-Baihaqy 4/239. Dihasankan
oleh Syaikh Albani di Irwaul Gholil no. 922 )
Hadits-hadits
di atas mengandung beberapa pelajaran berharga, antara lain :
- Dianjurkannya untuk berbuka puasa dengan ruthab (kurma basah), apabila tidak ada maka boleh memakai tamr (kurma kering), jika tidak ada pula maka minumlah air.
- Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam berbuka dengan beberapa buah kurma sebelum melaksanakan shalat. Hal ini merupakan strategi pengaturan yang sangat teliti, karena puasa itu mengosongkan perut dari makanan sehingga hati tidak mendapatkan suplai makanan dari perut dan tidak dapat mengirimnya ke seluruh sel-sel tubuh. Padahal rasa manis merupakan sesuatu yang sangat cepat meresap dan paling disukai hati apalagi kalau dalam keadaan basah. Setelah itu, hati pun memproses dan melumatnya serta mengirim zat yang dihasilkannya ke seluruh anggota tubuh dan otak.
- Air adalah pembersih bagi usus manusia dan itulah yang berlaku alamiyah hingga saat ini.
(Lihat Taudhihul Ahkaam min Bulughil Maraam oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany yang disyarah oleh Syaikh Abdullah bin Abdirrahman al-Bassaam III/477 no. 549, cet. Maktabah as-Sadi th. 1423 H.)
Imam Ibnul
Qayyim rahimahullaah memberikan penjelasan tentang hadits di
atas, beliau berkata, "Cara Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam yang
berbuka puasa dengan menyantap kurma atau air mengandung hikmah yang sangat
mendalam sekali. Karena saat berpuasa lambung kosong dari makanan apa pun.
Sehingga tidak ada sesuatu yang amat sesuai untuk liver (hati) yang dapat
disuplay langsung ke seluruh organ tubuh serta langsung menjadi energi, selain
kurma dan air. Karbohidrat yang ada dalam kurma lebih mudah sampai ke liver dan
lebih cocok dengan kondisi organ tersebut. Terutama sekali kurma masak yang
masih segar. Liver akan lebih mudah menerimanya sehingga amat berguna bagi
organ ini sekaligus juga dapat langsung diproses menjadi energi. Kalau tidak
ada kurma basah, kurma kering pun baik, karena mempunyai kandungan unsur gula
yang tinggi pula. Bila tidak ada juga, cukup beberapa teguk air untuk
mendinginkan panasnya lambung akibat puasa sehingga dapat siap menerima makanan
sesudah itu." ( Lihat Ath-Thibb an-Nabawy oleh Imam Ibnu Qayyim
al-Jauziyyah, hal. 309, cet. Maktabah Nizaar Musthafa al-Baz, th. 1418 H.)
Insya
Allah akan berlanjut ke pembahasan Takhrij Hadits Berbuka dengan Sesuatu yang
Dimasak dengan api, semoga bermanfaat, barakallahu fikum
Maraji'
- Shohih al-Bukhori dan Shohih Muslim cet. Daar al-Ma'rifah.
- Sunan At-Tirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu Majah, Abu Dawud cet. Maktabah al-Ma'arif.
- Mustadrak al-Hakim cet. Dar Ibn Hazm th. 1428 H.
- Musnad Imam Ahmad cet. Baitul Afkar Dauliyah.
- Irwaul Ghalil Fi Takhrij Ahaadits Manaris Sabiil oleh Syaikh Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani cet. Al-Maktab al-Islamy th. 1405 H.
- Silsilah Ahaadits ashShohihah dan Silsilah Ahadits Adhoifah oleh Syaikh Muhammad Nashirrudin al-Albani cet. Maktabah al-Ma'arif.
- Ath-Thibb an-Nabawy oleh Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, hal. 309, cet. Maktabah Nizaar Musthafa al-Baz, th. 1418 H
- Taqribut Tahdzib oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, tahqiq Abu Ashbal Shoghir Ahmad Syaghif al-Bakistani cet. Daarul Ashimah 1423 H.
- Siyar A'lam an-Nubala oleh Imam adz-Dzahabi cet. Muassassah Ar-Risalah th. 1405 H
- Fathul Bari Syarah Shohih al-Bukhori oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani cet. Daarus Salam ar-Riyadh th. 1421 H.
- Lihat Mizanul I’tidal fi Naqdir Rijal oleh Imam adz-Dzahabi cet. Ar-Risalah al-Alamiyah th.1430 H
- Taudhihul Ahkaam min Bulughil Maraam oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany yang disyarah oleh Syaikh Abdullah bin Abdirrahman al-Bassaam III/477 no. 549, cet. Maktabah as-Sadi th. 1423 H.
- Buku Kupas Tuntas Khasiat Kurma Berdasarkan Al-Qur’an Al-Karim, As-Sunnah Ash-Shahihah dan Tinjauan Medis Modern, Penulis Zaki Rakhmawan, Pengantar Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Media Tarbiyah – Bogor, Cetakan Pertama, Dzul Hijjah 1426H.