Kamis, 24 Desember 2015

Memprediksi Gempa Dengan Perilaku Hewan, Apa Bisa hah ?

Bulan Mei 2015 lalu, di Jogja diributkan dengan adanya perilaku cacing yang keluar dari dalam tanah. Cerita ini bukan hal yang baru. Bahkan cerita paling kuno tentang perilaku hewan yang tidak biasa sebelum gempa yang signifikan adalah kisah dari Yunani pada 373 SM. Saat itu dilaporkan adanya tikus, musang, ular, dan lipan yang berbondong-bondong meninggalkan rumah, liang serta sarang mereka dan menuju kesuatu tempat beberapa hari sebelum terjadinya gempa yang merusak.
Peramalan gempa secara mudah ada tiga macam :

  1. NON ILMIAH – Misalnya ramalan dukun atau psychic. Metode mboh aku ngga tahu tetapi yang jelas ada yang mencoba meramal dan memberitahukan ke orang lain. Keakurasian dan lainnya silahkan disimak sendiri :-P
  2. SEMI ILMIAH – Ini seringkali berhubungan dengan perilaku alam yang aneh. Misal binatang yang dikatakan punya indera khusus. Namun lucunya kenapa tidak terjadi pada gempa susulan. Bukankah gempa susulan juga memiliki mekanisme yang sama ? hanya ukuran kekuatannya lebih kecil.
  3. ILMIAH – Ciri khas dari metode ilmiah ini adalah dapat dipelajari oleh siapa saja. Apabila memerlukan alat, maka alat tersebut semestinya dapat di’indera’ oleh siapa saja, misal pengukuran dengan meteran atau alat ukur. Berdasarkan pengukuran serta metode fisis (parameter fisika).
Bukti serta kisah dan dongengan untuk penelitian semi ilmiah, termasuk perilaku hewan ini, cukup banyak dijumpai. Penelitian ini banyak juga dilakukan, para perilaku aneh termasuk pada ikan, burung, reptil, dan serangga menunjukkan perilaku aneh di mana saja dari sekian minggu ada juga sekian detik sebelum gempa bumi. Namun, perilakunya sering tidak konsisten dan belum dapat diandalkan sebelum dapat dipakai sebagai penanda akan datangnya gempa. Juga belum ada mekanisme atau teori yang pas yang dapat menjelaskan bagaimana perilaku itu bisa diapaki sebagai ‘pertanda’ khusus. Kebanyakan, tetapi tidak semua, para ilmuwan yang mencoba meneliti misteri ini berada di China atau Jepang.

Gambar sarang 15 000 semut merah yang diamati Gabriele Berberich di Jerman

Seorang peniliti Jerman, Gabriele Berberich, mengamati perilaku 15.000 semut merah di daerah dekat patahan aktif. Dan menemukan adanya perubahan perilaku hewan yang mengalami gempa berkekuatan 2-3.2 sebanyak 10 kali selama pengamatan 2009-2012.

:-( , “kalau gempa skala diatas 3 saja sudah harus pindah rumah semut, di Indonesia saja bisa 400 kali dalam sebulan !. Apa ngga kesian semutnya tuh. Uyang-uyung tiap hari ?” :-P

Hewan mungkin merasakan Gelombang Primer (P wave)
Sebenarnya kita bisa dengan mudah menjelaskan penyebab perilaku yang tidak biasa yang ditunjukkan oleh hewan sekian detik sebelum manusia merasakan gempa. Manusia seringkali tidak mampu merasakan datangnya gelombang Primer yang lebih lemah yang bergerak paling cepat dari sumber gempa dan tiba sebelum gelombang S lebih besar. Tapi banyak hewan dengan indra yang lebih tajam dapat merasakan datangnya gelombang P sebelum gelombang S tiba.

Dibawah ini adalah rekaman gelombang gempa sumatra yang direkam di Weston Amerika Serikat, yang jaraknya 16.000 Km (separuh lingkaran bumi).


Rekaman Gempa Sumatera di Weston, Miami, Amerika Serikat. Jeda S dan P kira-kira 1 detika setiap jarak 4 Km.

Rekaman ini memperlihatkan bagaimana getaran gempa Sumatra yang direkam ribuan kilometer lokasinya dari pusat gempa. Terlihat bahwa getaran gelombang gempa terdiri atas beberapa gelombang yang saling menyusul. Gelombang yang saling menyusul ini memiliki kecepatan berbeda-beda, sehingga dalam jarak yang jauh akan memiliki jeda yang lebih lama. Gelombang P dirasakan 4000 detik sebelum gelombang S yang merusak.

Walaupun ada jeda waktu yang cukup besar tetapi karena dalam jarak ribuan kilometer dari pusat gempa ini tidak ada goyangan yang dirasakan manusia. Hanya alat yang mampu mendeteksinya. Dengan demikian, fenomena ini jelas tidak banyak berguna untuk tujuan menyelamatkan diri.

Berbeda dengan ketika hewan “merasakan” akan datangnya gempa beberapa hariatau beberapa minggu sebelum terjadi, itu adalah cerita yang berbeda dengan fenomena gelompang primer dan sekunder diatas.

Hewan kehilangan orientasi.


Di sekitar San Andreas yang difilemkan ini, pernah ada sebuah teori pernah populer diakui bahwa ada korelasi antara jumlah iklan hilangnya binatang peliharaan di harian “San Jose Mercury News” dan tanggal gempa bumi di wilayah San Francisco Bay. Namun kemudian perkumpulan ahli geologi di Californaia (1988) membuat sebuah analisis statistik dilengkapi dengan teori ini-itu, namun menyimpulkan bahwatidak ada hubunganantara hilangnya hewan dengan gejala kegempaan itu.

Memang secara logika ‘common sense‘ hewan memiliki indera tertentu dalam menangkap gelombang. Tetapi ketidak konsistenan perilaku dari hasil pengamatan menunjukkan hal ini perlu dilihat secara khusus. Dan tidak bisa sertamerta dipakai sebagai ‘early warning system‘.
Apakah harus diteruskan penelitian hewan ini ?

Makalah tentang perilaku hewan ini menimbulkan beberapa pertanyaan unik :Apakah masuk akal untuk pola perilaku menghidari gempa (seismic-escape) binatang ini dikembangkan ? dan dapatkan dilihat secara biologis/genetis seperti apa hewan mempertahankan diri dalam menghadapi ancaman seleksi alam ini ? Khususnya bila dihadapkan pada pemanfaatan sebagai ‘early warning‘ gempa merusak.

Semua hewan secara naluriah akan melarikan diri dari ancaman predator (termasuk kejadian alam) khususnya untuk mempertahankan hidup mereka. Berbagai jenis vertebrata diakui sudah menunjukkan memiliki “peringatan dini” dari gerak-gerik perilakunya, sehingga diperkirakan bahwa ada perkembangan evolutif dari respon “seismik-escape”.
Meneliti Binatangnya atau Gejala Fisikanya ?


Fakta penemuan adanya reaksi naluriah, sekiandetik, diatas saat bereaksi akibat datangnya gelombang P sebelum gelombang S bukanlah penemuan besar yang diinginkan. Namun bagaimana caranya mendapatkan prekursor lain yang mungkin terjadi sekian hari atau sekianminggu sebelum gempa bumi datang?

Sebenarnya ada prekursor untuk gempa yang signifikan yang perlu diteliti, seperti miringnya tanah, perubahan tinggi muka air tanah, gejala listrik tanah atau variasi medan magnet. Walaupun memang ada kemungkinan bahwa beberapa hewan bisa merasakan sinyal-sinyal ini dan menghubungkan persepsi dengan yang akan datang gempa, tetapi bagaimana manusia merasakannya dengan alat 
ukur ?.

Banyak penelitian masih perlu dilakukan tentang hal ini.
  • Apakah meneliti perilaku hewan merasakan tanda datangnya gempa ini tidak berguna ?”
  • Manusia melihat gejala yang dirasakan oleh binatang ini perlu diteliti apakah karena memang gejala perubahan elektro magnetik. Apakah gejala perubahan gaya gravitasi. Nah manusia meneliti gejala elektromagnetisnya, atau gejala perubahan gravitasinya. Bukan sekedar mengamati binatangnya !”

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
;