Kamis, 20 Agustus 2015 0 komentar

Geologi Pegunungan Selatan

  • Fisiografi dan Geomorfologi Regional
Menurut Van Bemmelen ( 1949, hal. 596), Pegunungan Kulon dilukiskan sebagai dome besar dengan bagian puncak datar dan sayap-sayap curam, dikenal sebagai “Oblong Dome”. Dome ini mempunyai arah utara timur laut – selatan barat daya, dan diameter pendek 15-20 Km, dengan arah barat laut-timur tenggara.


Gambar Sketsa Fisografi Jawa (Van Bemmmelen, 1949) dan Citraan Landsat (SRTM NASA, 2004)

Di bagian utara dan timur, komplek pegunungan ini dibatasi oleh lembah Progo, dibagian selatan dan barat dibatasi oleh dataran pantai Jawa Tengah. Sedangkan di bagian barat laut pegunungan ini berhubungan dengan deretan Pegunungan Serayu.

Inti dari dome ini terdiri dari 3 gunung api Andesit tua yang sekarang telah tererosi cukup dalam, sehingga dibeberapa bagian bekas dapur magmanya telah tersingkap. Gunung Gajah yang terletak di bagian tengah dome tersebut, merupakan gunung api tertua yang menghasilkan Andesit hiperstein augit basaltic. Gunung api yang kemudian terbentuk yaitu gunung api Ijo yang terletak di bagian selatan. Kegiatan gunung api Ijo ini menghasilkan Andesit piroksen basaltic, kemudian Andesit augit hornblende, sedang pada tahapterakhir adalh intrusi Dasit pada bagian inti. Setelah kegiatan gunung Gajah berhenti dan mengalami denudasi, di bagian utara mulai terbentuk gunung Menoreh, yang merupakan gunung terakhir pada komplek pegunungan Kulon Progo. Kegiatan gunung Menoreh mula-mula menghasilkan Andesit augit hornblen, kemudian dihasilkan Dasit dan yang terakhir yaitu Andesit.

Dome Kulon Progo ini mempunyai puncak yang datar. Bagian puncak yang datar ini dikenal sebagai “Jonggrangan Platoe“ yang tertutup oleh batugamping koral dan napal dengan memberikan kenampakan topografi “kars“. Topografi ini dijumpai di sekitar desa Jonggrangan, sehingga litologi di daerah tersebut dikenal sebagai Formasi Jonggrangan.

Pannekoek (1939), vide (Van Bammelen, 1949, hal 601) mengatakan bahwa sisi utara dari Pegunungan Kulon Progo tersebut telah terpotong oleh gawir-gawir sehingga di bagian ini banyak yang hancur, yang akhirnya tertimbun di bawah alluvial Magelang.
  • Stratigrafi Pegunungan Kulon Progo
Daerah penelitian yang merupakan bagian sebelah timur dari Pegunungan Serayu Selatan, secara stratigrafis termasuk ke dalam stratigrafis Pegunungan Kulon Progo. Unit stratigrafis yang paling tua di daerah Pegunungan Kulon Progo dikenal dengan Formasi nanggula, kemudian secara tidak selaras diatasnya diendapkan batuan-batuan dari Formasi Jonggaran dan Formasi Sentolo, yang menurut Van Bemmmelen (1949, hal.598), kedua formasi terakhir ini mempunyai umur yang sama, keduanya hanya berbeda faises.
  • Formasi Nanggulan
Formasi Nanggulan merupakan formasi yang paling tua di daerah pegunungan Kulon Progo. Singkapan batuan batuan penyusun dari Formasi Naggulan dijumpai di sekitar desa Nanggulan, yang merupakn kaki sebelah timur dari Pegunungan Kulon Progo.

Penyusun batuan dari formasi ini menurut Wartono Raharjo dkk (1977) terdiri dari Batupasir dengan sisipan Lignit, Napal pasiran, Batulempung dengan konkresi Limonit, sisipan Napa dan Batugamping, Batupasir dan Tuf serta kaya akan fosil foraminifera dan Moluska. Diperkirakan ketebalan formasi ini adalah 30 meter.

Marks (1957, hal.101) menyebutkan bahwa berdasarkan beberapa studi yang dilakukan olh Martin (1915 dan 31 ), Douville (1912), Oppernorth & Gerth (1928), maka formasi Nanggulan ini dibagai menjadi 3 bagian secara strtigrafis dari bawah ke atas adalah sebagai berikut 

a) Anggota (“ Axinea Berds”), marupakan bagian yang paling bawah dari formasi Nanggulan. Ini terdiri dari Batupasir dengan interkalasi Lignit, kemudian tertutup oleh batupasir yang banyak mengandung fosil Pelcypoda, dengan Axinea dunkeri Boetgetter yang dominan. Ketebalan anggota Axinea ini mencapai 40 m.

b) Anggota Djogjakartae (‘Djokjakarta”). Batuan penyususn dari bagian ini adalh Napal pasiran, Batuan dan Lempung dengan banyak konkresi yang bersifat gampingan. Anggota Djokjakartae ini kaya akan Foraminifera besar dan Gastropoda. Fosil yang khas adalah Nummulites djokjakartae MARTIN, bagian ini mempunyai ketenalan sekitar 60 m. 

Anggota Discocyclina (“Discocylina Beds”), Batuan penyususn dari bagian ini adalah Napal pasiran, Batupasir arkose sebagi sisipan yang semakin ke atas sering dijumpai. Discocyciina omphalus, merupakan fosil penciri dari bagian ini.Ketebalan dari anggota ini mencapai 200 m.

Berdasarkan pada studi fosil yang diketemukan, Formasi Nanggulan mempunyai kisaran umur antara Eosen Tengah sampai Oligosen Atas (Hartono, 1969, vide Wartono Raharjo dkk, 1977).
  • Formasi Andesit Tua
Batuan penyusun dari formasi ini terdiri atas Breksi andesit, Tuf, Tuf Tapili, Aglomerat dan sisipan aliran lava andesit. Lava, terutama terdiri dari Andesit hiperstein dan Andesit augit hornblende (Wartono Raharjo dkk, 1977).

Formasi Andesit Tua ini dengan ketebalan mencapai 500 meter mempunyai kedudukan yang tidak selaras di atas formasi Nanggulan. Batuan penyusun formasi ini berasal dari kegiatan vulaknisme di daerah tersebut, yaitu dari beberapa gunung api tua di daerah Pegunungan Kulon Progo yang oleh Van Bemmelen (1949) disebut sebagai Gunung Api Andesit Tua. Gunung api yang dimaksud adalah Gunung Gajah, di bagian tengah pegunungan, Gunung Ijo di bagian selatan, serta Gunung Menoreh di bagian utara Pegunungan Kulon Progo.

Aktivitas dari Gunung Gajah di bagian tengah mengahsilkan aliran-aliran lava dan breksi dari andesit piroksen basaltic. Aktivitas ini kemudian diikuti Gunung Ijo di bagian selatan Pegunungan Kulon Progo, yang menghasilkan Andesit piroksen basaltic, kemudian Andesit augit hornblende dan kegiatan paling akhir adalah intrusi Dasit. Setelah denudasi yang kuat, sedikit anggota dari Gunung Gajah telah tersingkap, di bagian utara, Gunung Menoreh ini menghasilkan batuan breksi Andesit augithornblende, yang disusul oleh intrusi Dasit dan Trakhiandesit.

Purnamaningsih (1974, vide warttono rahardjo, dkk, 1977) menyebutkan telah menemukan kepingan Tuff napalan yang merupakan fragmen Breksi. Kepingan Tuff napalan ini merupakan hasil dari rombakan lapisan yang lebih tua, dijumpai di kaki gunun Mujil. Dari hasil penelitian, kepingan Tuff itu merupakan fosil Foraminifera plantonik yang dikenal sebagai Globigerina ciperoensis bolli, Globigerina geguaensis weinzrel; dan applin serta Globigerina praebulloides blow. Fosil-fosil ini menunjukkan umur Oligosen atas.

Formasi Andesit Tua secara stratrigrafis berada di bawah Formasi Sentolo. Harsono Pringgoprawiro (1968, hal.8) dan Darwin Kadar (1975, hal.2) menyimpulkan bahwa umur Formasi Sentolo berdasarkan penelitian terhadap Foraminifera plantonik adalah berkisar antara Awal Meiosen sampai Pliosen. Formasi Nanggulan, yang terletak di bawah Formasi Andesit Tua mempunyai kisaran umur Eosen Tengah hingga Oligosen Atas (hartono, 1969, vide Wartono Rahardjo, dkk, 1977). Jika kisaran umur itu dipakai, maka Formasi Andesit Tua diperkirakan berumur Oligosen Atas sampai Meiosen Bawah. Menurut Purbaningsih (1974, vide wartono Rahardjo, dkk, 1977) umur Formasi Tua ini adalah Oligosen.
  • Formasi Jonggrangan
Litologi dari Formasi Jonggrangan ini tersingkap baik di sekitar desa Jonggrangan, suatu desa yang ketinggiannya di atas 700 meter dari muka air laut dan disebut sebagai Plato Jonggrangan.

Bagian bawah dari formasi ini terdiri dari Konglomerat yang ditumpangi oleh Napal tufan dan Batupasir gampingan dengan sisipan Lignit. Batuan ini semakin ke atas berubah menjadi Batugamping koral (Wartono rahardjo, dkk, 1977)

Formasi Jonggrangan ini terletak secara tidak selaras di atas Formasi Andesit Tua. Ketebalan dari Formasi Jonggrangan ini mencapai sekitar 250 meter (van Bemmelen, 1949, hal.598). koolhoven (vide van Bemmelen, 1949, hal.598) menyebutkan bahwa formasi Jonggrangan dan Formasi SEntolo keduanya merupakan Formasi Kulon Progo (“Westopo Beds”) ini diduga berumur Miosen Tengah.
  • Formasi Sentolo 
Litologi penyusun Formasi Sentolo ini di bagian bawah, terdiri dari Aglomerat dan Napal, semakin ke atas berubah menjadi Batugamping berlapis dengan fasies neritik. Batugamping koral dijumpai secara lokal, menunjukkan umur yang sama dengan formasi Jonggrangan, tetapi di beberapa tempat umur Formasi Sentolo adalah lebih muda (Harsono Pringgoprawiro, 1968, hal.9).

Berdasarkan penelitian fosil Foraminifera yang dilakukan Darwin kadar (1975) dijumpai beberapa spesies yang khas, seperti : Globigerina insueta CUSHMAN & STAINFORTH, dijumpai pada bagian bawah dari Formasi Sentolo. Fosil-fosil tersebut menurut Darwin Kadar (1975, vide Wartono Rahardjo, dkk, 1977) mewakili zona N8 (Blow, 1969) atau berumur Miosen bawah. Menurut Harsono Pringgoprawiro (1968) umur Formasi Sentolo ini berdasarkan penelitian terhadap fosil Foraminifera Plantonik, adalh berkisar antara Miosen Awal sampai Pliosen (zona N7 hingga N21). Formasi Sentolo ini mempunyai ketebalan sekitar 950 meter ( wartono rahardjo, dkk, 1977).

Dari uraian di atas terlihat stratigrafi daerah Pegunungan Kulon Progo, baik itu perbedaan hubungan stratigrafis antara formasi, maupun perbedaan umur dari masing-masing formasi. Ini disebabkan oleh adanya perbedaan data fosil yang digunakan untuk penentuan umur, karena sebagian ahli mempergunakan fosil Moluska dan Foraminifera besar sebagai dasar penelitian, sedangkan ahli lain mempergunakan Foraminifera kecil plantonik sebagai penelitian. Tidak lengkapnya data merupakan penyebab utama adanya perbedaan tersebut. Untuk lebih jelasnya perbedaan tentang susunan stratigrafi di daerah pegunungan Kulon Progo tersebut. 
  • Struktur Geologi Regional
Seperti yang sudah dibahas pada geomorfologi regional, pegunungan Kulon Progo oleh Van Bemmelen (1949, hal.596) dilukiskan sebagai kubah besar memanjang ke arah barat daya-timur laut, sepanjang 32 km, dan melebar kea rah ternggara-barat laut, selebar 15-20 km. Pada kaki-kaki pegunungan di sekekliling kubah tersebut banyak dijumpai sesar-sesar yang membentuk pola radial. 


Gambar Skema blok diagram dome pegunungan Kulon Progo, yang digambarkan Van Bemmelen (1945, hal.596)

Pada kaki selatan gunung Menoreh dijumpai adanya sinklinal dan sebuah sesar dengan arah barat-timur, yang memisahkan gunung Menoreh dengan gunung ijo serta pada sekitar zona sesar.

0 komentar

FELDSPAR

Felspar merupakan mineral pembentuk batuan utama dan terdapat paling banyak didalam kerak bumi saperti batuan metamorf. Komposisi felspar dalam kerak bumi berkisar antara 50–60 %. Berdasarkan keterdapatannya endapan felspar dapat dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu :
  • felspar primer
  • felspar diagenetik
  • felspar alluvial
Setiap jenis endapan felspar mempunyai karakteristik yang berbeda–beda. Felspar primer terdapat dalam batuan granit, felspar diagenetik terdapat dalam batuan sediment piroklastik, sedangkan felspar alluvial terdapat dalam batuan yang telah mengalami metamorfosa. Dari seluruh jenis felspar diatas, yang dikenal memiliki nilai ekonomis adalah felspar yang berasal dari batuan asam.

Genesa: 
Felspar primer terbentuk dari proses kristalisasi pada fasa pembekuan magma bersifat asam dengan kadar silika (SiO2) dan kadar alkali (K, Na) yang tinggi. Keterdapatan mineral felspar jenis ini berkaitan erat dengan daerah sebaran batuan granit pegmatit berupa urat atau tersebar sebagai komponen utama bertekstur kasar dalam batuan granit pegmatit. Felspar primer adalah felspar komersial kerana mempunyai kadar total alkali yang tinggi (K2O + Na2O > 10 %). Sebaliknya felspar kalsium (Ca) yang tidak memiliki nilai ekonomis berasal dari batuan basa (gabro) dan anortosit.

Felspar diagenetik terbentuk karena proses diagenesa dari sedimen piroklastik halus bersifat asam (riolitik) yang terendapkan dalam lingkungan air lakustrin dan umumnya berasosiasi dengan cekungan sedimen tersier. Keberadaan endapan felspar jenis ini sering ditemukan bersama–sama dengan endapan bentonit atau zeolit denga kadar total alkali (K2O + Na2O) yang rendah yaitu sekitar 5 %.

Felspar alluvial terjadi dari hasil rombakan batuan granit dan batuan asam lainnya dengan kadar total alkali (K2O + Na2O) sekitar 5 – 10 %. Felspar diagenetik dan felspar alluvial umumnya banyak mengandung minral ikutan seperti mika (muskovit, biotit), hematite, tourmaline, garnt, kuarsa bebas dan lain – lain.

Mineralogi:
Felspar adalah mineral alumina silikat anhidrat yang berasosiasi dengan unsur–unsur kalium (K), natrium(Na) dan kalsium (Ca) dalam perbandingan yang beragam. Berdasarkan kandungan unsur - unsur tersebut, secara mineralogy felspar dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok mineral, yaitu:
  • alkali feldspar
  • plagioklas
Gambar alkali feldspar(www.geologyclass.org)
Gambar plagioklas(no.wikipedia.org)

Kelompok–kelompok felspar tersebut dapat divisualisasikan dalam bentuk segitiga hubungan antara K-Na-Ca. Kelompok alkali felspar adalah:
  1. Sanidin, Ortoklas, Adularia sebagai kalium-natrium feldspar,
  2. Anortoklas dan Mikroklin sebagai natrium-kalium felspar. 
Masing–masing mineral tersebut mempunyai sistem kristal yang berbeda, yaitu ortoklas mempunyai sistem kristal monoklin, dan mikroklin mempunyai sistem kristal triklin.

Kelompok felspar plagioklas diklasifikasikan mulai dari albit (natrim feldspar) dengan komposisi 
Na : Ca sekitar 9 : 1 hingga anortit (kalsium feldspar)dengan komposisi Na : Ca sekitar 1 : 9. Sebaliknya kombinasi unsur - unsur K dengan Ca tidak pernah terjadi. Anggota dari plagioklas peldsfar adalah:
  1. Anortit
  2. Bitownit
  3. Labradorit
  4. Andesine
  5. Oligoklas
  6. Albit
Seluruh jenis felspar umumnya mempunyai sifat fisik yang hampir sama, yaitu nilai kekerasan sekitar 6 – 6,5 skala mohs dan berat jenisnya sekitar 2,4 – 2,8 gr/ml, sedangkan warna bervariasi mulaidari putih keabu–abuan, merah jambu, coklat, kuning, dan hijau. System Kristal dari plagioklas adalah triklin.

Berdasarkan komposisi kimia, felspar mempunyai rumus umum MZ2O8 adalah kation–kation K+, Na+, atau Ca2+, kadang–kadang ada juga Ba+ dan NH4+. Komponen Z adalah kation – kation A13+ dan Si4+, tetapi sebagian digantikan oleh Fe3+. Dengan demikian berdasarkan keterangan pada gambar 1, maka komposisi kimia felspar murni adalah seperti pada table.

Di alam sulit ditemukan felspar ideal. Hampir semua kalium felspar mengandung unsur natrium baik terinklusi atau interlock dengan albit yang disebut felspar partitik. Demikian juga albit selalu mengandung sejumlah kecil campuran unsur kalium dan kalsium. Sebaliknya anortit (Ca – feldspar) tidak pernah berasosiasi dengan unsur kalium. Felspar partitik dan felspar albit adalah felspar komersial.

Untuk membedakan alkali felspar dari felspar plagioklas dapat dilakukan dengan teknik pengujian cara kimia dan fisika. Cara kimia dilakukan dengan dengan menggunakan asam flurida serta larutan natrium kobaltitrit, dan dengan batntuan mikroskop akan teralihat permukaan felspar plagioklas berwarna merah. Cara ini sering disebut dengan teknik staining (pewarnaan). Kemudian cara fisika dilakukan dengan menggunakan cara difraksi sinar – x.

Lokasi endapan:
Hasil penyelidikan menunjukan bahwa lokasi endapan felspar yang poternsial tersebar hamper di seluruh Indonesia. Bentuk endapannya berbeda dari satu daerah dengan daerah yang lainnya. Seperti endapan berbentuk batuan atau berbentuk pasir yang sebagian besar mengandung feldspar, kuarsa, mika (muskovit, biotit), hematite dan lain–lain. Beberapa lokasi telah dipetakan, namun masih banyak juga lokasi yang belum dipetakan. Daerah–daerah lokasi endapan felspar yang telah diketahui antara lain : Kendawi, Rikitgaib, Blangkejeran, Tapak tuan (Aceh), Pantai Timur, Prapat (Sumatra Utara); Siberida–indragiri Hulu, Kampar (Riau); Lundan–Pasaman, Sulit Air–Solok (Sumatra Barat; Rejang Lebong (Bengkulu); Way porbian , Way buha (Lampung); Sayan–Sintang, Bonti –Sangau (Kalimantan Barat); Cikembar–Sukabumi (Jawa Barat); Trenggelek, Blitar, Ponorogo (Jawa Timur); Ae Bara – Wolowaru (Flores Timur); Baidu– Tapa gorontalo (Sulawesi Utara); Donggala (Sulawesi Tenggara); Maros (Sulawesi Selatan); Ponto – Pulau Saparua (Maluku).

Cadangan:
Menurut hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Direktorat Sumberdaya Mineral, Indonesia mempunyai potensi dan cadangan felspar yang cukup besar dan kemungkinan masih ada endapan felspar yang belum ditemukan. Berdasarkan perkiraan kasar dari beberapa lokasi endapan, cadangan felspar Indonesia adalah sekitar 271,7 juta ton (terukur/proved), 11,0 juta ton (tereka/probable), dan 57,56 juta ton (terindikasi/possible).
0 komentar

FOTO PANKROMATIK VS FOTO INFRAMERAH




Foto udara hitam putih biasanya dibuat dengan film pankromatik atau film yang peka terhadap inframerah. Film pankromatik telah lama digunakan untuk foto udara sebagai jenis film baku. Penggunaan fotografi hitam putih untuk membedakan antara pohon gugur daun musiman dan pohon berdaun jarum. Melakukan pemotretan pada julat sekitar 0,3µm – 0,9µm ini berdasarkan ketidakstabilan material emulsi segera fotokimiawi yang peka hingga di luar panjang gelombang ini. Batas 0,3 µm untuk fotografi ditentukan oleh sesuatu di luar kepekaan film. Masalah bagi pemotretan pada panjang gelombang yang lebih pendek dari 0,4 µm adalah : atmosfer menyerap atau menghamburkan tenaga ini, dan lensa kamera kaca menyerap energi ini. Akan tetapi foto grafi dapat diperoleh pada julat ultraviolet apabila dapat dihindari batas ketinggian terbang dalam kondisi atmosfer yang tidak menyenangkan. Fotografi ultraviolet menarik pada penelitian dan pengelolaan zoologi. Yang ditunjukan ialah foto udara pankromatik dan ultraviolet yang dibuat secara bersamaan untuk memotret binatang kutub. Terapan foto udara ultraviolet sangat terbatas jumlahnya, terutama adanya hamburan atmosferik yang sangat kuat pada energi ultraviolet.


Banyak terapan yang digunakan menggunakan film berwarna. Manfaat utama penggunaan film berwarna adalah karena mata manusia dapat membedakan tingkat warna lebih banyak dari pada membedakannya dalam bentuk keabuan. Film negatif berwarna menghasilkan citra negatif yang digunakan di dalam urutan negatif ke positif dengan cara yang serupa dengan film negatif hitam putih. Negatif berwarna menyajikan suatu gambaran yang geometri dan kecerahannya terbalik. Film berwarna terbalik ialah film yang dapat diproses untuk menghasilkan citra positif secara langsung pada film asli yang di buka di dalam kamera. Pemberian suatu lapis warna pada julat kepekaan spektral tertentu merupakan parameter pebuatan film yang dapat bervariasi menurut pembuatannya. Warna lapis warna yang dapat dikembangkan di dalam suatu lapis emulsi tidak harus berkaitan dengan warna unsur cahaya yang merupakan kepekaan lapis tersebut. Film inframerah berwarna diproduksi untuk merekam tenaga pada spektrum hijau, merah, dan inframerah (hingga sekitar 0,9 µm) pada tiga lapis emulsinya. Hasilnya berupa film “warna semu” dimana warna biru pada citra diperoleh dari objek yang terutama memantulkan tenaga pada spektrum hijau, warna hijau dari objek yang memantulkan tenaga pada spektrum merah, dan warna merah dari objek yang mematulkan tenaga inframerah (0,7µm-0,9µm).

Film inframerah berwarna sering disebut dengan “film pendeteksi bentuk samaran”, film inframerah berwarna menjadi film yang sangat bermanfaat untuk analisis sumberdaya.

Persamaan : batas tertinggi penggunaan panjang gelombang adalah 0,9µm.
Perbedaan : pada foto pankromatik, menggunakan spektrum tampak. Pada foto inframerah modifikasi menggunakan spektrum inframerah dekat dan sebagian spektrum tampak pada saluran erah dan saluran hijau.

Teknologi foto udara format kecil (FUFK) adalah teknologi pemotretan dari udara menggunakan wahana pesawat ultra light dengan memanfaatkan kamera non-metrik. Teknologi ini memiliki karakteristik resolusi spasial cukup tinggi, cocok untuk daerah yang tidak terlaluu luas, cepat dan murah.

Kemera non-metrik adalah kamera yang tidak didesain khusus untuk keperluan pemotretan udara dan banyak dijumpai dipasaran. Foto udara non-metrik memiliki ukuran format film 24mm x 36mm untuk kamera dengan panjang fokus 35mm dan 55mm x 55mm atau 60mm x 60mm untuk kamera dengan panjang fokus 70mm. Foto udara non-metrik tidak memiliki tanda fidusial dan tidak memiliki informasi parameter orientasi dalam.

Untuk pengelolaan sumber daya laha, data spasial erupakan data dasar yang harus tersedia. Untuk menentukan metode pengadaan data spasial tersebut, faktor utama yang harus dipertimbangkan adalah tingkat kedetailan informasi, ketelitian, kecepatan perolehan (exstraction) informasi, kebaharuan, dan biaya. Akan tetapi, teknologi ini juga memiliki beberapa keterbatasan, yaitu masih memiliki distorsi geometrik, ketidakseragaman kontras, dan data yang saling ‘terpisah’ pada masing-masing lembar foto.

Pemanfaatannya adalah untuk mengidentifikasi tanah sangat potensial untuk mendukung bidang tugas instansi BPN (badan pertanahan nasional) PBB (pajak bumi dan bangunan). Selain itu dapat mengidentifikasi jenis tanaman, karena tingginya resolusi spasial dan radiometrik. Untuk ekstraksi jenis tanaman dapan digunakan secara manual maupun otomastis. Secara manual dilakukan interpretasi secara visual dengan menggunakan unsur interpretasi, sedangkan secara otomatis dengan menggunakan alogaritma image clasification. Sampai saat ini hasil maksimal untuk identifikasi jenis tanaman pertanian dan penggunaan lahan pada FUFK menggunakan cara interpretasi secara visual dari cara otomatis.

Sumber :
Lillesand, T.M. & Kiffer. 1999. Penginderaan Jauh Dasar dan Interpretasi Citra (terjemahan oleh Drs. Dulbahri et.al). Gadjah Mada University Press. Yogyakata. Sutanto. 1995. Penginderaan Jauh Dasar. Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Harintaka. 2006. pemanfaatan teknologi foto udara format kecil untuk penyediaan data sumber daya lahan secara cepat dan murah (makalah FIT ISI 2006 Balikpapan). Jurusan teknik geodesi fakultas teknik. Yogyakarta.
Jumat, 07 Agustus 2015 0 komentar

GEOKRONOLOGI
























0 komentar

Geologi Citra Penginderaan Jauh Daerah Karangsambung








0 komentar

My trip my adventure umbul sidomukti dan rawa kalibening salatiga


Edisi Liburan 05 - 08 - 2015
Liburan saya yang saya tuju pertama adalah bukit cinta dimana terdapat rawa yang luas. didaerah temanggung dengan kedalaman kurang lebih 2 meter, kamu bisa menyewa perahu warga setempat dengan harga 60.000 ribu anda akan dibawa berkeliling dengan menggunakan perahu selama 1 jam.
perjalanan dapat ditempuh dari magelang menuju temanggung kurang lebih 1 jam perjalanan dengan menggunakan motor.











Perjalanan saya yang kedua menuju kawasan wisata umbul Sidomukti merupakan salah satu Wisata Alam Pegunungan di Semarang, berada di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Kawasan wisata ini dengan didukung fasiltas & Servis: Outbond Training, Adrenalin Games, Taman Renang Alam, Camping Ground, Pondok Wisata, Pondok Lesehan, serta Meeting Room.

Adanya wahana adrenaline yang membuat jantung anda berdeguk kencang flying fox dengan panjang lintasan 110 meter, dengan jarak ketinggian dari titik terendah lembah sekitar 70 meter. Flying fox ini menyeberangi lembah, jadi seakan berpindah dari lereng bukit ke bukit di seberang dengan bergantung pada dua utas tali dan pengaman serta helm. Seperti biasa, flying fox dapat dilakukan dengan memilih gaya terlungkup seperti superman sedang terbang, atau gaya duduk biasanya. Tarif karcis flying fox lembah ini hanya 12.000 ribu, tak mahal untuk sekedar menguji keberanian.

Umbul Sidomukti dapat ditempuh dari arah Semarang menuju Solo atau dari arah magelang menuju kabupaten semarang ngabrak kearah bandungan, tempatnya dekat dengan pendakian gunung ungarang, sampai menemukan pom bensin Lemah abang di sisi kiri jalan, belok kanan menuju ke arah Bandungan. Sampai di Pasar Jimbaran di sisi kiri, akan ada gang bertuiskan sidomukti di sisi kanan dengan jalan menanjak. Di sepanjang jalan kecil ada beberapa papan petunjuk untuk sampai ke Taman Renang Alam Umbul Sidomukti, Desa Sidomukti, Bandungan, Semarang. perjalanan dapat ditempuh dari lokasi pertama dengan waktu tempuh 30 menit.












Terimakasih sudah membaca cerita singkat perjalanan saya dan saudara husni, saya minta maaf jika
ada kesalahan dalam penulisan dan jepretan foto yang masih amatiran komentar sangat membantu saya jadi lebih baik. semoga bermanfaat ya...Jazakumullah Khairan Katsiran Wa Jazakumullah


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
;